Pandangku, Internasional Maunya

Diantara gegoresan tinta, hati ini sedikit menahan rasa sakit
Rerundungan air mata, jatuh berlinang mengaliri kulit
Meratapi bait-baitku yang tersangkut diantara kaki langit
Kan 'ku gapai, dengan seulur tinta, juga salam dari hati yang 'kan 'ku jahit

          Aku merangkak diantara hujan gemerintik
          Memandang 'INTERNASIONAL' terperangah walau sedikit terbetik
          Rerintikan kian membasahi hati, mulai mengguyur maslah yang pelik
          Santri Internasional, kataku, heran dalam hati yang panik

Aku pun beranjak, memanjati 'I', tinggi menjulang
Iman pikirku, hati menyimpan atau telah hilang
Atau, berkeping-keping, dihempas angin, berhamburan tak kasat mata telanjang
Santri Internasional, kataku, heran saat aku gerang

          Mencoba 'tuk menuruninya, kini terpeleset di 'N' yang berterbangan
          Nasionalisme Islam, entak kapan 'kan 'ku temukan
          Diantara rerumputan, rerintikan, kusibah satu-persatu dalam pencarian
          Santri Internasional, kataku, Nasionalisme Islam hancur berhamburan

Terjun bebas, 'ku terjatuh, tersangkut di 'T' yang kokoh
Taqwa, 'ku kejar, hingga nafas ini tergopoh-gopoh
Tanpanya, aku terbelit dalam kubangan orang-orang bodoh
Santri Internasional, kataku, Taqwanya kapan bisa 'ku contoh

          Terlepas dari sangkutan, aku tenggelam dalam kubangan 'E' yang rumit
          Beriak kubangan, Etika 'ku hayati tapi itu sulit
          Luka lebar dalam diri, berdarah etika, terburai membasahi kulit
          Santri Internasional, kataku, Etikanya harus dijahit

Tenggelam, dalam gelombang 'R' begulung-gulung
Aku terombang-ambing disaat diri sedang merenung
Rakus Ilmu, dalam diri hilang dalam kukungan tempurung
Santri Internasional, kataku, Rakus Ilmu hanya asap tinggi membumbung

          Ombak menghempasku ke pesisir 'N', panjang melintang
          Tertancap di batuan, Nakal tetap berdiri diantara karang
          Nakal, kian melukisi diri, yang terwarnai dan kian berulang
          Santri Internasional, kataku, Nakal nian, sekeras tulang

Menyeberangi lautan dengan layar 'A' yang patah
Kulihat, lautan Akhlaq menghitam tercemar minyak yang tumpah
Akhlaq tercemar parah, hingga ia menelanku ke bawah
Santri Internasional, kataku, Akhlaq yan tak bekesimpulan sudah

          Ku arungi, hingga masuk ke hutan 'S' dalam kelat-kelit
          Hijau, menggores Semangat, 'tuk jalani hidup ini yang rumit
          Menjalani hidup 'tuk mati, hingga tanah menyambut lalu membelit
          Santri Internasional, kataku, Semangat hidup luntur mengulit

Keluar kehijauan, memasuki 'I' gersang menyengat
Berbaring diatas pikiran, berkelindan, Ingat Akhirat saat sesaat
Pelupuh penuh dunia, lamunan berterbangan didalamnya Akhirat
Santri Internasional, kataku, Akhirat lupa tak ingat

          Panas kulewati, 'O' melingakariku dalam kesejukan
          Otak Tropisku, kian panas seiring penebangan bermunculan
          Otak mendidih, mengabuti impian dan tujuan
          Santri Internasional, kataku, Otak Tropis mulai terbaratkan

Ku tinggal tropis, manuju 'N' dingin menggigil
Nekad kulewati walau merasa diri ini kecil
Dengannya, masalahku hanya kecil kerikil
Santri Internasional, kataku, Nekad kadang tak adil

           Detahan gugur, menguning di pohon 'A' menjulang
           Menyiratkan, Adab telah menua, hilang di gardu pandang
           Berserakan di halaman hingga 'ku buang dalam gudang
           Santri Internasional, kataku, Adab tersirat dalam bayang-bayang

Gugur, mengajakku menuju 'L' untuk meratapi
Kehilangan Lugas, dalam badan dan juga hati
Kurasakan itu, Lugas 'tuk kebenaran t'lah tertelan oleh api
Santri Internasional, kataku, saat aku menggertakkan gigi

           Berdiri menghayati kemuningan senja saat akan tenggelam
           Hayati hidup, sinar matahari mulai menyulam
           Sambil memandang tanganku yang tengah menggenggam
           dan berkata, "kan kuwujudkan makna kata 'Internasional'"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas 1 PBKK

Tugas 10 PWEB

Tugas 7 PWEB